Jus Melawan tumor Otak

Wortel, seledri, lobak, dan bit selalu muncul dalam daftar belanjaan Diah Y. Raharjo setiap hari. Keempat sayuran itu bukan untuk sup, tetapi jus untuk melawan tumor otak.

Diah Y. Raharjo positif mengidap tumor otak pada 2004. Kepastian tumor otak itu setelah ia memeriksakan diri di 3 rumahsakit ternama di Jakarta. Saat itu godam raksasa seperti menghantam kepalanya. Celakanya rasa sakit menjalar ke punggung. Tubuh lemas dan perut mual. Sugeng - sang suami - bergegas membawa Diah ke dokter. Hasil pemindaian menunjukkan Diah positif tumor otak memasuki stadium 3. ‘Ada 3 sel tumor bersarang di otak sebelah kiri,’ kata ibu 2 anak itu.

Perempuan kelahiran Cirebon, Jawa Barat, itu tidak begitu saja mempercayai diagnosis dokter. Ia mendatangi dokter lain di rumahsakit berbeda. Namun, diagnosis dokter sama saja. ‘Ibu terkena tumor otak dan harus menjalani 4 kali kemoterapi,’ kata Diah menirukan ucapan dokter. Sekali lagi Diah memeriksakan diri ke dokter di rumahsakit ketiga. Hasilnya tak berubah, Diah positif tumor otak.

Empat gelas

Gejala penyakit maut itu berupa pusing yang mendera kepala. Semula Diah menduga banyak hal, ‘Kemungkinan karena migrain, masuk angin, atau telat menyeruput kopi,’ kata direktur program Multistakeholer Forestry Programme (MFP) di Manggala Wanabakti, Jakarta Pusat, itu. Untuk meredakan rasa sakit, ia menelan obat sakit kepala yang banyak beredar di pasaran. Namun, berapa pekan berselang, sakit itu datang lagi.

Menurut dr Suryo Wibowo MMK SpOK dokter di Jakarta Pusat, ada 3 langkah medis penanganan kanker. ‘Operasi, radioterapi, dan kemoterapi,’ kata dr Suryo. Operasi untuk mengatasi tumor metastasis atau telah menyebar tunggal; sedangkan radioterapi dan kemoterapi untuk beberapa tumor metastasis.

Diah menolak kemoterapi. Selain takut, ‘Tidak ada jaminan tumor bakal hilang selamanya,’ ujar Diah. Ia berselancar di dunia maya untuk mencari informasi pengobatan tumor otak. Ketika itulah Diah memperoleh informasi bahwa konsumsi jus campuran buah dan sayur berkhasiat untuk mengatasi tumor atau kanker. Terapi jus berdasarkan metode Rudolf Breuss dari Austria itu mengombinasikan 300 g bit merah, 100 g wortel, 100 g akar seledri, 30 g lobak hitam atau lobak merah, dan 30 g kentang.

Semua komoditas itu dalam keadaan segar. Diah lantas mencuci bersih semua bahan, mengiris, lalu mem-blender dengan menambahkan 2 l air. Alumnus Institut Pertanian Bogor itu kemudian 2 kali menyaring. Pertama dengan saringan kasa dan kedua dengan kain sampai ekstrak benar-benar terpisah dari partikel padat. Menurut Breuss partikel padat dapat menjadi tempat tumbuh tumor atau kanker.

Dari kelima bahan itu, Diah mendapatkan 600 ml ekstrak yang terbagi dalam 4 gelas.

Jus itulah yang ia konsumsi masing-masing segelas pada pagi, siang, sore, dan malam sebelum makan. Terapi jus berlangsung 42 hari. Selama itu juga Diah menghindari beberapa makanan berprotein hewani seperti daging dan produk turunannya (susu, telur, dan keju).

42 hari

Menurut Breuss, protein hewani mengandung low density lipoprotein (LDL) yang menjadi ‘makanan’ tumor/kanker untuk tumbuh dan berkembang biak. Breuss justru menyarankan konsumsi protein yang kaya high density lipoprotein (HDL) seperti ikan, tahu, dan tempe. Menurut ahli terapi kolon di Bandung, Jawa Barat, dr Oetjoeng Handajanto, menyantap daging-dagingan khususnya daging merah membuat pH darah asam, sekitar 4. Normalnya pH darah 7,3 - 7,4.

‘Kondisi asam itu disukai tumor atau kanker,’ kata Oetjoeng. Dampak lain, darah menjadi kental sehingga peredaran ke otak terhambat. Selain itu, Diah juga menghindari makanan berglukosa seperti roti. Sumber energi berasal dari kentang, beras merah, dan sereal. Menurut ahli gizi klinis di rumahsakit Family, Pluitmas, Jakarta Utara, dr Nany Lesokumoro, MS SpGK, diet jus sahsah saja. ‘Namun tetap harus menyantap makanan bernutrisi seimbang,’ kata Nany.

Agar tidak kekurangan nutrisi Diah menyantap beragam vitamin, yakni vitamin B, vitamin C dosis tinggi, vitamin D, dan vitamin E. Lainnya, minyak ikan (yang mengandung omega 3, 4, dan 6), mineral trace (mikro), dan kalsium. Ia meniadakan kopi yang menjadi minuman favoritnya sebelum beraktivitas.

Diah hampir menyerah pada hari ke-10 Itu karena kondisi tubuh semakin lemas, wajah pucat, dan bibir pecah-pecah. Halusinasi pun kerap menghinggapinya. Beruntung, suami dan kedua anaknya selalu menyemangati. Diah pun mengimbangi terapi dengan meditasi yoga.

Keinginan berhenti menyeruput jus kerap hinggap pada hari ke-28. Itu terutama karena bau seledri yang begitu menyengat. Berdasarkan terori Breuss pada hari ke- 30 sianida dari setiap campuran jus yang menumpuk di tubuh akan menghancurkan tumor. Apalagi kondisi tumor lemah karena tidak mendapat asupan protein selama sebulan. Hasil 3 kali pemindaian pada hari ke-42 menunjukkan tumor hilang.

Manfaat lain, rahim menjadi bersih. ‘Dokter sampai mengatakan saya berpotensi besar untuk hamil kembali,’ kata Diah yang kini berusia 45 tahun itu. Meski terapi telah usai, Diah tetap menjaga pola makan. Ia menggantikan kopi dengan aneka jenis herba seperti benalu teh. Ia rutin menikmati beragam buah dan sayur seperti apel, alpukat, semangka, pisang, brokoli, dan kembang kol. Itu menjadi benteng bagi ‘masuknya’ tumor.
Artikel ini dicopy dan diedit dari www.trubus-online.com

Tolak Operasi, Pilih daun Sirsak

Saran dokter itu terus terngiang-ngiang di telinga Catherine, segera operasi dalam 3 hari.

Catherine tak akan pernah alpa kejadian pada 4 September 2010. Pada hari itu ia mengambil hasil ultrasonografi dan pemindaian di sebuah rumahsakit di Serpong, Kotamadya Tangerang Selatan, Banten. Dokter ahli radiologi di rumahsakit itu menyarankan Catherine untuk menemui dokter ahli penyakit dalam di rumahsakit di Jakarta Selatan, dr Martin Batubara SpPD. Namun, hari itu dokter berpraktek di rumahsakit di Ciputat, Kotamadya Tangerang Selatan, Banten.

Perempuan 59 tahun itu pun bergegas ke lokasi praktek dr Martin. Setelah mengecek hasil ultrasonografi dan pemindaian, dokter menyarankan agar Catherine mendaftar operasi malam itu juga, pukul 19.05. Paling lambat 3 hari ke depan, ia harus menjalani operasi untuk mengatasi tumor mediastinum superior atau pembesaran kelenjar tiroid. Dokter menyatakan pembesaran kelenjar tiroid itu akibat berkurangnya hormon tiroid pada kelenjar tiroid. Nah, saran itulah yang mengiang-ngiang di telinga Catherine.

Produksi minim

Penyakit maut itu ia rasakan pertama kali pada 2008. Sejak itu ia mudah sakit, kondisi kesehatan gampang drop. Ketika menyapu halaman, tiba-tiba ia sesak napas. Ia pun menghentikan aktivitasnya dan mencoba menarik napas dalam-dalam, masuk ke rumah, dan beristirahat. Semula ia mengira bronkitis kambuh lagi. Saat itu ia memang mengidap penyakit radang cabang tenggorok. Namun, kondisi mantan kepala sekolah dasar Negeri Cibinong 2 itu kian parah. Napas makin sesak, ketika bicara terbata-bata saking sakitnya bernapas.

Oleh karena itu ia memeriksakan diri di rumahsakit di Serpong, Tangerang Selatan. Hasil rontgen menunjukkan bahwa Catherine positif tiroid. Hormon tiroid berfungsi mengendalikan kecepatan metabolisme tubuh. Jaringan tiroid sebelah kiri membesar dan mempersempit trakhea hingga 10 mm (normal 16 - 18 mm). Itu yang menyebabkan ia merasakan sesak napas. Pada orang dewasa, penyebab utama hipotiroid atau kekurangan hormon tiroid adalah gangguan autoimun yang menyebabkan hormon yang dihasilkan tidak mencukupi kebutuhan tubuh.

Untuk mengatasi itu dokter mendesak agar Catherine segera operasi. Jika tidak, kemungkinan ia tidak tertolong lagi. Meski tahu hidupnya di ujung tanduk, Catherine tak menuruti saran dokter untuk operasi. ‘Saya takut mati di meja operasi,’ kata ibu 3 anak itu. Ia malah memenuhi anjuran temannya, untuk menemui herbalis di Bogor, Jawa Barat, Valentina Indrajati. Pada 5 September 2010, Catherine pun bertemu Valentina.

Herbalis yang kerap mengajar yoga di Thailand itu mensyaratkan agar Catherine menghindari konsumsi obat-obatan kimia, daging hewan berkaki 4, duku, sawo, dan nangka. Ketiga buah bergetah itu merusak produksi kelenjar sehingga mesti dihindari. Menurut Valentina, pembesaran tiroid Catherine mengarah kepada tumor jinak. Saat itu Valentina meresepkan daun sirsak dan beberapa herbal lain seperti sambiloto dan keladitikus. Sediaan itu dalam bentuk serbuk yang telah bercampur menjadi satu.

Lelah

Keesokan hari, pada 6 September 2011, Catherine mulai mengonsumsi rebusan ketiga herba itu. Ia mengambil 20 gram sediaan, merebus di dalam 2 gelas air hingga mendidih, dan tersisa 1 gelas. Setelah hasil rebusan dingin, serbuk herba mengendap di dasar gelas, ia pun meminumnya 2 kali sehari setelah makan. Pada 15 hari pertama konsumsi, ia merasa tubuh penat dan letih. Frekuensi buang air besar meningkat rata-rata 4 kali sehari dan lebih sering tidur. Ia kaget menghadapi perubahan itu dan segera menghubungi Valentina.

Menurut Valentina perubahan itu merupakan proses detoksifikasi untuk membuang racun dalam tubuh. Benar saja, ketika memasuki hari ke-16, Catherine merasa lebih segar dan sehat. Ia mampu membersihkan rumah dan halaman selama 2 jam tanpa sesak napas dan kecapaian. ‘Badan terasa ringan dan napas pun terasa lega,’ kata Catherine. Padahal, sebelumnya menyapu 10 menit saja, ia merasa lelah dan sesak napas. Kini 3,5 bulan sudah berlalu, Catherine terlihat lebih ceria. Ia bisa menikmati masa pensiunnya dengan tenang.

Ketika wartawan Trubus menemui Catherine pada 19 Januari 2011, ia tampak bugar. Bicaranya juga panjang lebar, tanpa tersendat-sendat, bahkan sulit terpotong. Sekarang, ‘Tidak ada lagi rasa sesak napas di dada,’ kata Catherine riang yang pensiun pada Oktober 2010 itu. Secara umum kondisi kesehatannya membaik dengan indikasi tanpa sesak napas, bugar, tak mudah lelah, dan lancar berbicara. Sayangnya, perbaikan kondisi itu belum dibuktikan melalui pemeriksaan secara medis.

Pemanfaatan daun sirsak untuk membantu kesembuhan pasien sejalan dengan beberapa penelitian ilmiah. Para ahli menemukan senyawa aktif acetogenins dalam daun durian belanda alias sirsak. Peneliti di Sekolah Farmasi, Osaka University, Jepang, Naoto Kojima, berhasil mensintesis senyawa itu yang bersifat antitumor. Selain itu, Kojima juga mensintesis senyawa murisolin dalam daun sirsak bersifat sitotoksik pada sel tumor manusia dengan potensi antara 105 - 106 kali adriamycin - obat kemoterapi.

Peneliti dari Sekolah dan Ilmu Teknologi Hayati Institut Teknologi Bandung, Prof Soelaksono Sastrodihardjo PhD juga membuktikan khasiat daun sirsak. Ia meriset bersama Jerry McLaughlin dari Purdue University, Amerika Serikat. ‘Acetogenins menghambat ATP (adenosina trifosfat). ATP sumber energi di dalam tubuh. Sel kanker membutuhkan banyak energi sehingga membutuhkan banyak ATP,’ kata Sastrodihardjo.

Acetogenins masuk dan menempel di reseptor dinding sel dan merusak ATP di dinding mitokondria. Dampaknya produksi energi di dalam sel kanker atau tumor pun berhenti dan akhirnya sel kanker mati. Hebatnya acetogenins sangat selektif, hanya menyerang sel kanker yang memiliki kelebihan ATP. Senyawa itu tak menyerang sel-sel lain yang normal di dalam tubuh. Berkat bantuan daun sirsak, kesehatan Catherine kian membaik.
Artikel ini diopy dan diedit dari www.trubus-online.com

Daun Sirsak Memang Pencegah Kanker

“Semula saya bukan orang yang percaya herbal, tapi melihat keampuhan daun sirsak mengatasi kanker, saya kini percaya herbal,” kata Hendarlin.

Bentuk kepercayaan Hendarlin terhadap herbal antara lain dengan menanam sirsak Annona muricata di halaman depan dan belakang rumahnya. Sembilan pohon beragam umur itu tumbuh subur. Selain untuk keperluan sendiri, ia juga memberikan daun tanaman anggota famili Annonaceae itu kepada kerabat dan tetangga. Hendarlin sendiri yang menanam bibit sirsak yang kini tumbuh 1 - 1,5 meter.

Pensiunan sebuah badan usaha milik negara itu menanam sirsak untuk mengobati kekecewaannya yang tak kunjung sirna. Dua tahun silam, istri Hendarlin, Tuti, berpulang ke pangkuan Tuhan setelah tujuh tahun berjuang melawan sel kanker payudara. Hendarlin menempuh berbagai jalan untuk menggapai kesembuhan istrinya. Namun, akhirnya seperti peribahasa Latin: homo proponit, sed Deus disponit, manusia berupaya, Tuhan yang menentukan.

Sesal kemudian

Saat kerabatnya positif kanker payudara, setahun setelah kematian istri, Hendarlin memberikan daun sirsak. Kondisi kesehatan kerabatnya terus membaik dan akhirnya sembuh. Sejak itulah ia percaya khasiat herbal, terutama daun sirsak sebagai antikanker. Namun, di sisi lain, betapa menyesalnya Hendarlin. Ia merasa “gagal menyelamatkan” istrinya. “Saya sangat kehilangan dia. Sungguh ia istri yang baik dan sulit untuk mencari orang seperti dia,” kata Hendarlin sembari berlinang air mata.

Penyesalan berkepanjangan itu karena Hendarlin merasa obat kanker ternyata murah harganya dan relatif mudah untuk mendapatkannya. Namun, karena ketidaktahuannya, tentu saja alumnus Universitas Indonesia itu tak dapat memberikan daun yang kaya senyawa acetogenins kepada belahan jiwa. Senyawa itulah yang bersifat antikanker dan bekerja dengan menekan produksi adenosina trifosfat (ATP) di mitokondria. Akibatnya sel kanker kehabisan energi dan tamatlah riwayatnya.

Reni Hoegeng, anak Jenderal Hoegeng, mantan kepala Kepolisian, sejak Januari 2011 juga rutin mengonsumsi rebusan lima daun sirsak. Frekuensi konsumsi sekali sehari. Ia mengantisipasi serangan penyakit maut karena kerabatnya mengidap kista. Popularitas daun sirsak sebagai herbal antikanker memang menanjak pada empat bulan terakhir. Banyak orang kini mengonsumsi rebusan daun sirsak untuk mengatasi atau mencegah kanker, tumor, dan kista.

Padahal, semula masyarakat hanya memanfaatkan daging buahnya yang manis-masam dan kaya antioksidan itu. Daun sirsak hampir “tak terdengar” sebagai herbal antikanker, pada awalnya. Namun, kini kian banyak masyarakat memanfaatkannya. Meluasnya penggunaan daun sirsak mungkin karena masyarakat mudah memperoleh sediaan itu, murah, dan yang penting mujarab. Nelleke Sastromiharjo yang mengidap kanker otak, Titin Suprihatin (kanker payudara), Darma Adhi (kanker usus), dan Ng Tung Hauw (kanker pita suara) hanya beberapa pasien yang membuktikan khasiat daun sirsak.

Kesembuhan atau membaiknya kondisi kesehatan mereka memang bukan semata-mata karena daun sirsak. Kepedulian keluarga dan kerabat turut berperan. Itulah sebabnya di halaman sampul majalah Anda, terdapat pita berwarna lavender alias ungu muda sebagai simbol kepedulian terhadap pasien kanker. Kaum perempuan pada era Romawi kuno memanfaatkan bunga anggota famili Lamiaceae itu untuk mengharumkan air mandi dan pakaian di lemari.

Terkuaknya khasiat daun sirsak sebagai antikanker menambah khazanah pemanfaatan tanaman obat di tanahair. Sebagai negara megabiodiversitas, Indonesia memiliki 30.000 spesies tumbuhan, lebih dari 9.600 tumbuhan berkhasiat obat. Namun, yang sudah kita manfaatkan baru 350 tanaman obat. Konsumsi daun sirsak secara rutin semoga seperti makna kata lavender - mencuci atau membasuh. Biarkan daun sirsak “membasuh” luka dan penyakit para pasien.

Artikel ini dicopy dan diedit dari www.trubus-online.com

Graviola untuk kanker Otak

Sedianya Nelleke Sosromihardjo menghadiri pesta pernikahan adiknya pada Juli 2009. Namun, usai mandi dan berpakaian rapi, bukannya berangkat ke pesta, tetapi ia justru tidur pulas di kamarnya.

nak-anaknya lebih dulu berangkat ke pesta pernikahan karena membawa kue dan penganan lain. Sedangkan suaminya berangkat dari kantor. Keesokan harinya keluarga bertanya alasan Nelleke tak menghadiri pesta pernikahan sang adik. Nelleke kaget, “Oh ya… padahal, kemarin saya sudah mandi. Kok lupa ya?” Ia benar-benar alpa bahwa kemarin adiknya melangsungkan pernikahan. Nelleke Sosromihardjo lupa menepati janji.

Setelah kejadian itu, ingatannya malah memburuk. Perempuan 53 tahun itu tak dapat mengetahui nama hari atau nama benda di sekitar dia. Jika minta tolong kepada pramuwisma untuk mengambil sesuatu, ia hanya menunjuk benda yang dimaksud, tanpa menyebut namanya. Ia sering salah sebut nama hari atau tanggal. Meski demikian ia bersikeras dirinya yang benar. Bahkan, pada siang hari yang terang benderang, ia tidak tahu apakah itu pagi, siang, sore, atau malam.

Tanpa respon

Keluarga membawa Nelleke ke sebuah rumahsakit di Jakarta Selatan pada Juli 2009 karena kondisinya kian mengkhawatirkan. Setelah melalui pemeriksaan intensif, antara lain dengan pencitraan resonansi magnetik (MRI magnetic resonance imaging), dokter mendiagnosis Nelleke positif kanker otak. Sel kanker metastasis ke pelipis kanan dan menekan saraf-saraf motorik di kepala.

Untuk mengatasi penyakit ganas itu, dokter menyarankan agar Nelleke menjalani operasi pengangkatan sel kanker. Sayangnya, di rumahsakit itu fasilitas tak begitu lengkap sehingga dokter merujuk ke rumahsakit lain di Kotamadya Tangerang Selatan, Provinsi Banten. Pascaoperasi Nelleke mengonsumsi lebih dari 5 jenis obat 3 kali sehari. Kondisi kesehatan Nelleke pun berangsur pulih. Ia mampu menyebut nama-nama benda di sekitarnya.

Namun, sepuluh bulan berselang, pada Mei 2010, tiba-tiba kondisi Nelleke memburuk. Dokter yang dulu menangani Nelleke dalam operasi, memang telah memprediksi bahwa dalam setahun mendatang sel kanker tumbuh lagi. Nelleke tak mampu berkomunikasi. Jika keluarga atau kerabat memanggil namanya, ia tak menyahut. Menurut suster yang merawat di rumah, Nelleke menolak makan dan minum. Ibu tiga anak itu tidak mau melakukan apa pun. Adik Nelleke, Tirza Tuwahatu, yang menjenguk melihat kondisi Nelleke yang datar. “Matanya kosong, ia menatap ke depan dan tidak ada reaksi, meski namanya dipanggil,” kata Tirza.

Keluarga kembali membawa Nelleke itu ke rumahsakit di Kota Tangerang Selatan. Menurut dokter yang memeriksanya, kondisi Nelleke memburuk juga diperparah oleh karena perawat di rumah tak memberikan obat. Perawat tak telaten karena untuk minum satu obat, Nelleke membutuhkan 15 menit. Harap mafhum, fungsi motorik tenggorokannya belum pulih benar. Tirza sebenarnya curiga karena tiap kali bertanya kepada perawat, apakah sudah memberikan obat, ia selalu menjawab sudah.

Padahal, dengan obat yang begitu banyak seharusnya perlu waktu agak lama untuk meminumkannya. Setelah melakukan pemeriksaan, dokter menjelaskan bahwa kanker otak membesar dalam sembilan bulan sejak operasi pada Agustus 2009. Untuk mengatasinya, Nelleke menjalani lima kali kemoterapi pada Juni 2010. Setelah operasi kedua, keadaan Nelleke berangsur-angsur pulih.

Ia bisa berjalan, meski perlahan-lahan. Selain itu memori Nelleke tampak lebih baik. Ia mampu mengingat dan menyebut nama-nama benda setelah operasi kedua. Namun, pada pertengahan Agustus 2010, ia bagai tak putus dirundung malang. Nelleke mendadak tidak bisa berjalan sehingga memerlukan bantuan orang lain dengan duduk di atas kursi roda. Saat itu ia juga kesulitan berbicara. Kesehatannya kembali memburuk.

Untuk ketiga kalinya, keluarga bergegas membawa Nelleke ke rumahsakit. Mengutip pendapat dokter, Tirza Tuwahatu mengatakan bahwa kemoterapi tidak memberikan pengaruh positif, justru merusak organ tubuh lain. Obat kemoterapi sama sekali tidak menyentuh sel kanker. Akibatnya sel kanker kembali membesar beberapa milimeter. Menurut dr Andhika Rachman SpPD, ahli kanker dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, keberhasilan kemoterapi konvensional untuk mengatasi kanker otak memang kecil.

Tingkat keberhasilan kemoterapi cukup baik untuk kanker otak jinak seperti meningioma dan jika hanya sedikit massa yang diambil. Artinya sel kanker masih kecil. Namun, setelah kemoterapi biasanya pasien mengalami gejala sisa mirip pasien stroke. “Makin besar massa kanker, makin besar pula gejalanya,” kata dr Andhika Rachman SpPD. Itulah sebabanya pengobatan kanker otak sebaiknya dengan penyinaran lebih banyak dan operasi pengangkatan.

Masih misteri

Andhika Rachman dari Divisi Hematologi-Onkologi Medik Rumahsakit Ciptomangunkusumo mengatakan bahwa sampai saat ini penyebab pasti munculnya kanker otak masih misteri. Tidak seperti kanker paru yang diakibatkan kebiasaan merokok. Gejala awal kanker otak berupa sakit kepala yang makin lama bertambah intensitasnya berbanding lurus dengan besarnya massa kanker di otak. Artinya, ketika massa sel kanker bertambah besar, maka intensitas sakit juga meningkat.

Selain itu, “Rasa sakit tergantung dari struktur organ yang ditekan oleh kanker. Sebab, kepala atau tengkorak bersifat rigid, tidak bisa mengikuti pertambahan volume sehingga massa otak terimpit,” ujar dokter alumnus Universitas Indonesia itu. Oleh karena itu gejala neurologis yang timbul akibat sel kanker sangat tergantung pada bagian yang didesak. Kadang-kadang muncul sakit kepala dengan penglihatan ganda atau diplopia. Menurut Rachman itu akibat daerah percabangan saraf atau optik bagian depan terserang sel kanker.

Namun, jika di daerah belakang yang terserang kanker, maka menyebabkan gangguan keseimbangan. Pada umumnya penderita kanker otak merasakan sakit kepala yang hebat sekali. Sialnya, meski pasien disiplin mengonsumsi obat analgetik, tak cukup untuk meredakan sakit hebat itu. “Bila posisi kanker di daerah lindik, kadang-kadang emosinya berubah-ubah,” kata dokter spesialis penyakit dalam itu. Harap mafhum, lindik memang berfungsi sebagai pengatur pusat emosi.

Singkat kata tulang tengkorak bersifat rigid atau tetap. “Sakit kepala timbul karena tekanan yang tinggi,” kata Rachman. Menurut dr Budi Darmawan Machsoos SpPD dari Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya, lokasi tumor pada organ vital lebih cepat menimbulkan keluhan atau gejala yang khas. Organ vital itu antara lain otak, paru, pankreas, dan ginjal. Semakin lanjut stadium tumor, maka kian banyak keluhan.

Andhika Rachman mengatakan bahwa deteksi dini sel kanker paling bagus agar dapat penanganan tepat. Namun, pada kasus kanker otak, tidak semua bisa diangkat. Sebab, prinsip pengangkatan sel kanker termasuk area di sekitarnya hingga margin 2 mm. “Jika area dengan margin 2 mm diambil, massa otak bisa habis,” kata Rachman. Oleh karena itu pengangkatan kanker otak sebaiknya ketika sel kanker masih kecil atau belum menekan saraf otak.

Mengecil

Ketika kondisi Nelleke tak kunjung membaik, Tirza memberikan ekstrak daun sirsak dan herbal lain seperti sambiloto atas saran seorang herbalis. Sambiloto Andrographis paniculata berperan untuk meningkatkan sistem kekebalan tubuh Nelleke. Ketika kekebalan tubuh meningkat, mampu mengatasi gangguan kesehatan. Tirza menuangkan isi kapsul, mencairkan, dan memberikan kepada Nelleke. Dosis masing-masing satu kapsul tiga kali sehari.

Menurut dr Andhika Rachman SpPD herbal sebagai terapi suportif seperti dilakukan Nelleke bagus sekali. “Pertama, karena adanya senyawa antikanker dalam herbal itu. Kedua, akan meningkatkan daya tahan tubuh,” kata Rachman. Ia tidak menyarankan herbal, tapi juga tidak melarang jika pasiennya ingin meminumnya. Yang penting dosisnya jelas.

Perkembangan signifikan terjadi setelah 12 hari Nelleke rutin mengonsumsi kapsul daun graviola alias sirsak. “Ia sudah bisa merespon jika ada yang memanggil namanya, diajak bicara sudah bisa menjawab meski masih terbata-bata. Ia pun bisa mengangkat tangannya setinggi bahu,” kata Tirza. Saat ini pengobatan Nelleke hanya berupa ekstrak herbal seperti daun sirsak dan sambiloto serta fisioterapi. Ahli fisioterapi dari sebuah rumahsakit di Jakarta Barat datang ke rumah Nelleke di Jakarta Selatan. Frekuensi fisioterapi tiga kali sepekan masing-masing selama satu jam.

Nelleke memeriksakan diri terakhir pada awal Maret 2011. Hasil pemindaian menunjukkan bahwa ukuran sel kanker mengecil. Sayang, ketika Trubus ingin melihat hasil rekam medis, Nelleke dan Tirza belum dapat memberikan. Sebab, anak-anaknya yang bermukim di Bandung membawa rekam medis itu. Informasi itu Trubus peroleh, setelah pulang liputan di Bandung. Trubus mewawancarai Nelleke di Jakarta.

Perihal membaiknya Nelleke dari kanker otak belum ada riset ilmiah yang mampu menjelaskan secara rinci. Uji praklinis daun sirsak pada umumnya untuk mengatasi kanker serviks, payudara, prostat, kanker paru-paru, ginjal, pankreas, dan usus besar. Peneliti di Sekolah Farmasi Purdue University, Indiana, Amerika Serikat, Jerry L McLaughlin, pun menggunakan ke-7 sel kanker itu. Prevalensi kanker otak memang relatif rendah ketimbang kanker payudara, misalnya.

Menurut data Direktorat Pelayanan Medik Departemen Kesehatan pada 2007, pasien kanker terbanyak yang dirawat di rumahsakit adalah pasien kanker payudara mencapai 8.277 orang, kanker serviks (5.786), kanker hati (4.759), dan leukemia (3.645). Peneliti di Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati Institut Teknologi Bandung, Prof Soelaksono Sastrodihardjo PhD meriset daun sirsak bersama Jerry L McLaughlin. Mereka menemukan senyawa aktif acetogenins di dalam daun anggota famili Annonaceae itu.

Uji praklinis membuktikan bahwa acetogenins menghambat adenosina trifosfat (ATP), sumber energi bagi sel kanker. Padahal, sel kanker memerlukan banyak energi karena pembelahan yang sangat cepat. Akibat penghambatan itu maka sel kanker kekurangan pasokan energi sehingga akhirnya sel kanker mati. Acetogenins sangat selektif, hanya menyerang sel kanker yang memiliki kelebihan ATP; sel-sel lain yang normal di dalam tubuh, tak diserang.

Jerry McLaughlin bersama Gina Belessa dan Jerry Loren memang meriset khasiat antikanker otak. Namun, mereka memanfaatkan pawpaw Asimina triloba. Antara sirsak Annona muricata dan pawpaw Asimina triloba memang masih sekerabat. Kedua tanaman itu sama-sama anggota famili Annonaceae. McLaughlin memberikan ekstsrak daun pawpaw kepada enam penderita kanker otak pada Februari 2003. Namun, Journal of Application Publication yang terbit pada 16 Juli 2009, hanya menyebutkan kondisinya membaik (feeling well).
Perbaikan kesehatan Nelleke relatif bagus karena mampu merespon ketika kerabat dan keluarga memanggil namanya. Ia juga dapat menyebut nama benda-benda di sekitarnya. Padahal, secara medis semula tak ada harapan. Ekstraksi daun sirsak dan daun sambiloto telah membangunkan harapan keluarga Nelleke. Tentu saja itu bukan segala-galanya. Sebab, kepedulian keluarga, jiwa, sikap, gaya hidup juga menentukan kesembuhan seseorang.

Artikel ini dicopy dan diedit dari www.trubus-online.com